MICHAEL Matiazzo baru saja usai mengamati komet Elenin tatkala ia mendapati sesuatu yang tak biasa dalam layar komputernya. Tiga hari sebelumnya, tepatnya 19 Agustus 2011, astronom dari Castlemaine, Victoria (Australia) tersebut juga mengamati komet yang sama, sebagai bagian dari pengamatan terus menerus yang dilakukannya sejak awal Agustus.
Hanya dalam tiga hari, komet Elenin ternyata telah meredup dan berubah bentuk cukup dramatis, suatu hal yang sangat jarang terjadi pada komet. Jika pada 19 Agustus 2011 coma (kepala komet) Elenin berbentuk nyaris bulat dan cemerlang, tiga hari kemudian coma menjadi sangat lonjong dan 2 kali lebih redup.
Pengamatan secara konsisten dari waktu ke waktu hingga pertengahan September 2011 menunjukkan coma Elenin kian meredup secara konsisten, bertentangan dengan model matematis yang menyebutkan seharusnya kian cemerlang.
Temuan Matiazzo merupakan awal pengungkapan terpecahnya komet Elenin. Peristiwa ini pula yang membuat observasi landas Bumi lewat instrumen koronagraf LASCO C2 dan C3 pada satelit veteran SOHO (Solar and Heliospheric Observatory) tidak berhasil mengidentifikasi komet tersebut. Padahal sejak 23 hingga 29 September 2011 komet Elenin telah memasuki medan pandang satelit pengamat matahari yang juga instrumen pemburu komet paling andal dan telah mengantungi penemuan lebih dari 2.200 komet baru sejak mengorbit tahun 1995.
Konfirmasi terpecahnya komet Elenin pun diperoleh dari teleskop radio Green Bank (AS), yang melaporkan keanehan (anomali) pelepasan gas dari komet, yang hanya mengemisikan 10 juta molekul/detik alias 100 kali lebih rendah dari seharusnya.
Mengecewakan
Fakta terpecahnya komet Elenin tentu mengecewakan para astrolog, kaum pesimistik, paranormal dan peramal nasib yang sebelumnya berharap demikian banyak pada komet ini. Sebab inilah komet yang dijuluki ”komet kiamat”, yang diharapkan bakal menjadi ”penyelamat” bagi ramalan-ramalan mereka tentang kiamat di akhir 2012 kelak. Sebab Nibiru, yang sebelumnya selalu digadang-gadang sebagai benda langit sebesar Saturnus, segelap batubara, muncul hanya sekali dalam 3.600 tahun dan bakal bertabrakan dengan Bumi di akhir 2012 kelak, ternyata tak kunjung terdeteksi (SM, 14/02/2011). Padahal model-model matematis memperlihatkan, dengan sifat-sifat tersebut seharusnya Nibiru saat ini sudah tampak di langit selatan Indonesia selepas tengah malam sebagai benda langit dengan magnitudo semu +3, sehingga sangat mudah dideteksi teleskop, bahkan mudah disaksikan pula lewat mata tanpa alat bantu apa pun sepanjang langit mendukung.
Demikian besar harapan terhadap komet Elenin, sehingga nama komet ini pun diperpanjang menjadi ”Nibiru Sang Pembawa Bencana Global Telah Dekat.”
Dalam perspektif astronomi, komet Elenin bukanlah ”komet kiamat” karena tak punya potensi berbenturan dengan bumi. Komet ini pertama kali teramati oleh Leonid Elenin (Rusia) lewat teleskop robotik 45 cm di Mayhill, New Mexico (AS) pada 10 Desember 2010. Konvensi tata nama benda langit mengatur sebuah komet baru akan diberi nama sesuai dengan nama penemunya, sehingga komet ini pun selanjutnya menyandang nama komet Elenin. Jadi, Elenin itu adalah nama orang yang menemukannya, bukan akronim dari sesuatu yang hanya diketahui kalangan tertentu.
Komet Elenin mengelilingi Matahari pada orbit yang sangat lonjong dan membutuhkan waktu sekitar 1 juta tahun untuk menyelesaikan sekali putaran. Orbit komet memiliki aphelion (titik terjauh dari matahari) sebesar 3.000 miliar km dan perihelion (titik terdekat dari matahari) 72 juta km. Komet Elenin telah melintasi perihelionnya pada 10 September 2011 lalu dan kelak pada 16 Oktober 2011 akan berada pada jarak terdekat dengan Bumi. Namun jarak terdekat itu adalah 35 juta km, atau hampir setara dengan jarak rata-rata orbit bumi dan Venus, alias 100 kali lipat lebih jauh dibanding jarak bumi-bulan.
Komet Elenin bukanlah komet terdekat dengan bumi sepanjang sejarah, sebab pada 15 Agustus 2011 lalu masih ada komet Honda-Mrkos-Padjusakova yang melintas hanya sejauh 9 juta km dari bumi dengan senyap tanpa menimbulkan banyak kehebohan. Karena itu, kemungkinan tumbukan komet dengan bumi adalah nol sehingga segala kekhawatiran terkait dampak komet Elenin dapat ditepis.
Komet Elenin diindikasikan berasal dari awan komet Opik-Oort, yakni kawasan mirip sabuk asteroid namun berbentuk globular (bola) yang berada di tepian tata surya dan berisikan miliaran kometisimal (bakal komet) yang siap menjadi komet berperiode panjang, komet parabolik dan hiperbolik.
Pengamatan menunjukkan inti komet Elenin adalah kecil, dengan diameter 4 km. Sebagai pembanding, inti komet Halley saja yang legendaris itu 5 kali lipat lebih besar, yakni berdiameter 20 km.
Akibat Badai
Sebuah komet memang dapat terpecah-belah meski tidak berbenturan dengan benda langit lainnya. Terdapat dua jenis pemecahan komet, yakni pemecahan tidal dan nontidal.
Pemecahan tidal adalah terpecahnya komet menjadi kepingan-kepingan yang lebih kecil akibat terlalu dekatnya komet terhadap matahari/planet-planet sehingga memasuki kawasan Roche. Ini adalah kawasan yang terlarang, sebab jaraknya terhadap matahari/planet-planet adalah demikian rupa sehingga gaya tidal yang diderita komet akan memiliki selisih cukup besar antara sisi dekat komet (yakni bagian komet yang menghadap matahari/planet-planet) dengan sisi jauhnya. Selisih gaya tidal tersebut mampu melampaui gaya ikat materi penyusun komet yang rapuh sehingga akan terpecah-belah. Sementara pemecahan nontidal merupakan peristiwa terpecahnya komet yang bukan disebabkan oleh gaya tidal matahari maupun planet-planet, melainkan akibat sifat intrinsik komet sendiri dan pengaruh aktivitas matahari. Baik pemecahan nontidal maupun tidal merupakan salah satu faktor yang mampu mengubah karakteristik komet secara dramatis.
Apa yang dialami komet Elenin merupakan contoh pemecahan nontidal. Sebab perihelion komet Elenin masih terlalu jauh dari kawasan Roche matahari. Apalagi pemecahan itu terjadi tatkala komet masih berada pada jarak 105 juta km dari matahari, atau setara jarak rata-rata matahari ke Venus.
Citra Satelit Stereo (Solar Terestrial Relation Observatory) memperlihatkan pada 20 Agustus 2011 terjadi badai matahari yang langsung menghantam komet Elenin dengan telak. Badai matahari merupakan pelontaran massa proton dan elektron matahari teramat besar, ratusan hingga ribuan kali lipat lebih besar dibanding embusan angin matahari (yang rata-rata mencapai 1,6 juta ton/detik) pada kecepatan rata-rata 500 km/detik. Akibatnya, tekanan radiasi yang dialami komet Elenin melonjak hebat sehingga komet mengalami pemecahan nontidal nan brutal ditandai oleh anjloknya kecerlangannnya secara drastis hanya dalam tempo beberapa hari.
Dengan proses pemecahan yang masih berlangsung, tak ada yang tahu nasib komet Elenin kelak. Apakah ada bagian besar yang masih bertahan dan memperlihatkan sifat-sifat komet, ataukah semuanya telah remuk menjadi debu dan batu-batu kecil yang kehilangan pesona kometnya. Yang jelas, pada 16 Oktober 2011 mendatang, langit takkan lagi dihiasi sebentuk bintang berekor yang cemerlang dengan magnitudo semu +7 yang mudah disaksikan melalui binokuler. Sebab pascapemecahan nontidal, komet Elenin diprediksikan hanya akan memiliki magnitudo semu antara +11 hingga +12 saat berada pada jarak terdekatnya dengan bumi, alias 40 hingga 100 kali lebih redup dibanding prediksi semula. (24)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar