Berbicara tentang peradaban sangat menarik (interestable), karena ia menjadi bagian dari kehidupan umat manusia yang signifikan. Sejarah manusia penuh dengan berbagai peradaban yang silih berganti, tergantung para penguasa dan para pemimpin dunia. Mereka yang kuat akan menentukan model peradaban umat manusia. Apalagi di era global ini, model peradaban hampir menjadi seragam karena sekat-sekat teritorial, nasional, budaya, agama, dan ras tidak mampu membentengi dirinya dari upaya memasarkan model peradaban yang menjadi trend di pihak-pihak yang kuat dan berkuasa. Sehingga pada gilirannya, corak-corak budaya, agama, nasional, dan ras menjadi luntur dan akhirnya hancur, kemudian diganti dengan model paradaban yang mendunia.
Peradaban islam adalah terjemahan dari kata Arab al – hadha- rah al – islamiyah.Kata arab ini juga sering di artikan dalam bahasa indonesia dengan kebuayaan islam “kebudayaan” dalam bahasa arab adalah al-tsaqafa, di indonesia,sebagai mana juga di arab dan barat.
Kalau kita baca definisi kebudayaan (culture), misalnya dalam Kamus yang sama: (1). The totality of socially transmitted behavior patterns, arts, beliefs, institutions, and all other products of human work and thought…., maka kebudayaan memiliki makna yang hampir sama dengan peradaban. Keduanya adalah hasil kerja manusia pada suatu zaman. Namun, dalam pembicaraan secara umum, peradaban nuansanya lebih luas, lebih menyeluruh, lebih sophisticated, dan lebih mentereng.
Disamping itu, berbeda dengan kebudayaan, peradaban lebih dekat dengan struktural (kekuasaan), bahkan melingkupinya. Sedang kebudayaan, biasanya malah sering disebut sebagai antitesa dari kekuasaan (struktural), sehingga sering muncul istilah ‘pendekatan struktural’ dan ‘pendekatan kultural’. Belum lagi dalam keseharian, kebudayaan malah dipersempit lagi dengan aspek2 kesenian belaka. Bahkan kedua aspek itu sering digabung menjadi seni-budaya. Karenanya berbeda dengan kebudayaan yang bisa dibiarakan relatif terlepas dari kekuasaan, peradaban hampir selalu terkait dengan kekuasaan.
Islam diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa bangsa arab yang semula terkebelakang, bodoh, tidak terkenal,dan di abaikan oleh bangsa- bangsa lain,menjadi banngsa yang maju.Ia dengan cepat bergerak mengembangkan dunia, membina suatu kebudayaan dan pradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang.bahkan kemajuan wilayah barat bersumber dari peradaban islam yang masuk ke Eropa melalui Spayol.
Ketika berbicara tentang masa lalu kaum muslimin bisa jadi sebagian orang –muslim- merasa kurang tertarik bahkan terkesan tidak mau membicarakannya. Inilah buah dari pendidikan kita yang sekuler, Islam tidak diperkenalkan secara komprehensif sebagai peradaban yang agung dan mulia namun hanya diperkenalkan sebagai sebuah ‘agama’ belaka, bukan sebagai sebuah aturan hidup di segala bidang (Idiologi).
Gambaran Islam sebagai sebuah peradaban secara objektif yang terdiri dari aspek kebudayan materi (madaniah) dan kebudayaan inmateri (Tsaqafah) sedikit sekali kita temukan dibuku-buku standar pendidikan kita hingga hari ini.
Peradaban Islam yang dibangun oleh kebudayan materi (madaniah) yaitu hasil karya fisik yang disyariatkan maupun yang bersifat mubah, yaitu produk ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun kebudayaan inmateri (Tsaqafah) yaitu berupa pemikiran yang berfondasikan aqidah dan syariah islam yaitu aturan beribadah dengan sang pencipta, aturan pergaulan, ilmu ekonomi, pendidikan, aturan pemerintahan, kemiliteran, aturan hukum, hingga aturan berhubungan dengan luar negeri.
Dalam ranah sejarah, harapan membangun kaum muslimin bangga terhadap Agamanya sehingga ingin mengamalkan agamanya dan memperjuangkannya, justru terbalik, karena yang ditemukan dalam sejarah Peradaban Islam ternyata kejumudan, penindasan, pengkhianatan, pembunuhan, kerakusan, dsb. Apa sebab? Ternyata yang kita baca selama ini referensinya kebanyakan dari para orientalis barat yang jelas-jelas membenci islam.
Imbas dari pandangan negatif terhadap Sejarah Peradaban Islam adalah dimarjinalkannya ilmu-ilmu islam lainnya. Aqidah dikaji secara dangkal, difahami sebagai Rukun Iman belaka yang dicukupkan untuk dihapal dan dilisankan, bukannya untuk perlihatkan, diamalkan. Syariah sering didengung-dengungkan tetapi mengkajinya jarang-jarang.Bahasa arab dipinggirkan. Al-Qur’an lebih banyak dilagukan daripada dijadikan petunjuk dan pedoman kehidupan. As-Sunnah sering diperbincangkan namun contoh Rasulullah seringkali diacuhkan. Padahal tidak akan terlihat idealitas keagungan dan kemuliaan Islam tersebut apabila tidak difaktual dalam kehidupan. Saya rasa sedang kita rasakan saat ini. Itulah kiranya fakta kemunduran umat muslim saat Ini.
Barat menuduh kaum muslimin sebagai kaum yang bengis, dan agamanya adalah agama yang jumud, anti ilmu, anti pemikiran serta kreatifitas dalam seluruh segemen. Ini adalah penghinaan murni kepada Islam dan umatnya. Kaum muslimin terdahulu, adalah pembawa obor ilmu pengetahuan, membangun pilar-pilar peradaban Islam yang telah menerangi dunia ini, dan hingga sekarang tetap meneranginya.Memang benar, kaum muslimin mengetahui peradaban-peradaban umat sebelumnya, dan mereka mengambil manfaat pelajaran darinya dan bahkan menambahkannya, membenarkan yang benar, lalu mereka membuat kreasi baru di setiap lapangan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan di saat Eropa dalam kegelapan. Kemajuan Eropa di segala bidang yang telah diraihnya pun tak terlepas dari peradaban Islam dan kaum muslimin.
Kejadian-kejadian dan penemuan-penemuan yang telah ditemukan oleh tokoh-tokoh ilmuwan muslim terdahulu jarang diwacanakan atau diinformasikan kepada kita. Sebaliknya, – pada masa kejayaan islam- dimanipulir oleh Barat., lalu mereka menisbatkan penemuan-penemuan tersebut kepada tokoh-tokoh mereka. Sebagai contoh, Isaac Newton, , Barat menobatkan ia sebagai penemu teori gravitasi bumi. Padahal, Tsabit bin Qarah telah menemukan teori itu seratus tahun sebelumnya daripada Newton.
Dimanakah Sejarah Peradaban Islam Indonesia?
Peradaban yang dibangun oleh Nabi Muhammad Saw. adalah peradaban yang dibangun di atas pijakan pandangan dunia agama bukan materi. Islam lebih mengedepankan nilai-nilai ruhani dan kemanusiaan. Materi – termasuk teknologi – bukan tujuan utama tetapi hanya aksidental. Keberhasilan menurut Islam tidak diukur dengan perolehan materi yang banyak tetapi diukur dengan pendekatan diri kepada Allah dan memperbanyak bekal untuk hari akhir. Imam Ali as. di saat kepalanya ditebas oleh seorang Khawarij secara spontan berkata, “Demi Tuhan Ka’bah, aku telah berhasil !”. Sampainya seseorang kepada Allah Swt dan berkhidmat kepada manusia adalah prestasi yang dituntut oleh Islam. Materi sebagai materi tidak mempunyai nilai apapun di mata Islam. Materi akan berarti jika dimaknai dengan tujuan-tujuan akhirat. Dalam tulisan ringkas ini, saya tidak perlu mengutip ayat maupun hadis tentang iman dan amal kebaikan, karena sangat banyak ayat dan hadis yang menjelaskan hal tersebut.
Nabi Muhammad Saw. dengan peradaban yang berdasarkan nilai-nilai agama dan kemanusiaan berhasil mengalahkan dua kekuatan yang kuat; Persia dan Romawi yang membangun peradaban dengan kekuatan materi. Meskipun pada perkembangan berikutnya para pemimpin Islam, khususnya khilafah Abbasiyyah, lebih concern pada pembangunan materi bukan pengembangan nilai-nilai agama dan kemanusiaan.
Jauh sebelum Islam masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia telah memeluk agama hindu dan budha disamping kepercayaan nenek moyang mereka yang menganut animisme dan dinamisme. Setelah Islam masuk ke Indonesia, Islam berpengaruh besar baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi,maupun di bidang kebudayaan yang antara lain seperti di bawah ini.
Pengaruh Bahasa dan Nama
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab. Bahasa Arab sudah banayk menyatu dalam kosa kata bahasa Indonesia, contohnya kata wajib, fardu, lahir, bathin, musyawarah, surat, kabar, koran, jual, kursi dan masker. Dalam hal nama juga banyak dipakai nama-nama yang berciri Islam (Arab) seperti Muhammad, Abdullah, Anwar, Ahmad, Abdul, Muthalib, Muhaimin, Junaidi, Aminah, Khadijah, Maimunah, Rahmillah, Rohani dan Rahma.
Pengaruh Budaya, Adat Istiadat dan Seni
Kebiasaan yang banyak berkembang dari budaya Islam dapat berupa ucapan salam, acara tahlilan, syukuran, yasinan dan lain-lain. Dalam hal kesenian, banyak dijumpai seni musik seperti kasidah, rebana, marawis, barzanji dan shalawat. Kita juga melihat pengaruh di bidang seni arsitektur rumah peribadatan atau masjid di Indonesia yang banayak dipengaruhi oleh arsitektur masjid yang ada di wilayah Timur Tengah.
Pengaruh dalam Bidang Politik
Pengaruh ini dapat dilihat dalam sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia seperti konsep khilafah atau kesultanan yang sering kita jumpai pada kerajaan-kerajaan seperti Aceh, Mataram. Demak, Banten dan Tidore
Pengaruh di bidang ekonomi
Daerah-daerah pesisir sering dikunjungi para pedagang Islam dari Arab, Parsi,dan Gujarat yang menerapkan konsep jual beli secara Islam. Juga adanya kewajiban membayar zakat atau amal jariyah yang lainnya, seperti sedekah, infak, waqaf, menyantuni yatim, piatu, fakir dan miskin. Hal itu membuat perekonomian umat Islam semakin berkembang.
Ulama dan Intelektual; Simbol Peradaban Islam Indonesia
Sangat disayangkan.. “penglihatan” sejarah Islam di Indonesia tidak memunculkan “periodisasi keemasan” peradaban Islam dalam kurun waktu abad 16 sampai 18 M, karena periodisasi yang muncul adalah masa “prakolonialis”. Padahal pada masa ini tumbuh peradaban Islam yang setaraf dengan sejarah peradaban Islam di Timur Tengah masa Daulah Abassiyah. Bukti-bukti yang menunjukan lahirnya peradaban Islam di Indonesia adalah dengan munculnya para Ulama dan Intelektual Islam di seluruh penjuru Nusantara. Mereka diantaranya :
- Syeikh Hamzah al-Fansuri (Sasterawan sufi agung)
- Syeikh Nuruddin ar-Raniri (Ulama ahli debat,tersohor di Aceh)
- Habib Husein al-Qadri (Penyebar Islam Kalimantan Barat)
- Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari (Pengarang Sabil al-Muhtadin)
- Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari (Ulama sufi dunia Melayu)
- Syarif Abdur Rahman al-Qadri (Sultan pertama kerajaan Pontianak)
- Syeikh Abdul Rahman Minangkabau (Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah)
- Mufti Jamaluddin al-Banjari (Ahli undang-undang Kerajaan Banjar)
- Ahmad Khathib Sambas (Mursyid Tariqat Qadiriyah)
- Syeikh Nawawi al-Bantani (Digelar Imam Nawawi kedua)
- Muhammad Khalil al-Maduri (Guru ulama Jawa, Madura)
- Saiyid Utsman Betawi (Mufti paling masyhur)
- Tuanku Kisa-i al-Minankabawi lahirkan tokoh besar Hamka
- Raja Muhammad Sa’id – Cendekiawan Istana Riau
- dll
….. sayang sedikit pengetahuan tentang mereka..padahal mereka telah memberikan andil besar dalam peradaban Islam di Indonesia dengan karya-karya kitab yang mereka tulis. Tulisan tangan asli para ulama yang disebut manuskrip, merupakan bukti sejarah perkembangan Islam di kawasan ini. DR H Uka Tjandrasasmita, seorang Arkeolog Islam menyatakan ; Di Aceh, pada abad 16–17 terdapat cukup banyak penulis manuskrip. Misalnya, Hamzah Fansuri, yang dikenal sebagai tokoh sufi ternama pada masanya. Kemudian ada Syekh Nuruddin ar-Raniri alias Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu ‘Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid ar-Raniri al-Quraisyi. Ia dikenal sebagai ulama yang juga bertugas menjadi Qadhi al-Malik al-Adil dan Mufti Muaddam di Kesultanan Aceh pada kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani abad 16. Salah satu karyanya yang terkenal berjudul ”Bustanul Salatin.” Syeikh Abdul Rauf al-Singkili yang juga ditetapkan sebagai Mufti dan Qadhi Malik al-Adil di Kesultanan Aceh selama periode empat orang ratu, juga banyak menulis naskah-naskah keislaman.
Karya-karya mereka tidak hanya berkembang di Aceh, tapi juga berkembang seluruh Sumatera, Semenanjung Malaka sampai ke Thailand Selatan. Karya-karya mereka juga mempengaruhi pemikiran dan awal peradaban Islam di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, kepulauan Maluku, Buton hingga Papua. Sehingga di daerah itu juga terdapat peninggalan karya ulama Aceh ini. Perkembangan selanjutnya, memunculkan karya keislaman di daerah lain seperti, Kitab Sabilal Muhtadin karya Syekh al Banjari di Banjarmasin. Di Palembang juga ada. Di Banten ada Syekh al Bantani yang juga menulis banyak manuskrip. Semua manuskrip ini menjadi rujukan umat dan penguasa saat itu.
Taufik Abdullah (2002) membagi sejarah peradaban Islam di Nusantara dari abad ke-13 hingga pertengahan abad ke-19 M ke dalam tiga gelombang, yaitu :
- Gelombang Pertama adalah gelombang diletakkannya dasar-dasar kosmopolitanisme Islam, yaitu sikap budaya yang menjadikan diri sebagai bagian dari masyarakat kosmopolitan dengan referensi kebudayaan Islam. Gelombang ini terjadi sebelum dan setelah munculnya kerajaan Samudra Pasai hingga akhir abad ke-14 M.
- Gelombang Kedua terjadi proses islamisasi kebudayaan dan realitas secara besar-besaran. Islam dipakai sebagai cermin untuk melihat dan memahami realitas. Pusaka lama dari zaman pra-Islam, yang Syamanistik, Hinduistik dan Buddhistik ditransformasikan ke dalam situasi pemikiran Islam dan tidak jarang dipahami sebagai sesuatu yang islami dari sudut pandang doktrin. Gelombang ini terjadi bersamaan dengan munculnya kesultanan Malaka (1400-1511) dan Aceh Darussalam (1516-1700).
- Gelombang Ketiga, ketika pusat-pusat kekuasaan Islam di Nusantara mulai tersebar hampir seluruh kepulauan Nusantara, pusat-pusat kekuasaan ini ‘seolah-olah’ berlomba-lomba melahirkan para ulama besar. Dalam gelombang inilah proses ortodoksi Islam mengalami masa puncaknya. Ini terjadi pada abad ke-18 – 19 M.